Belajar Asertif Pada Gajah


Kepalsuan yang diulangi secara terus-menerus diterima sebagai kebenaran” –Adolf Hitler

Seorang kawan misuh dengan suara tertahan saat keluar dari ruang pimpinan sambil mengepit map di bawah ketiak kirinya. Nampaknya term of reference buatannya untuk diklat yang kami rencanakan di kantor, ditolak oleh yang punya ruangan. Memang tak sedikit kawan yang sering mengalami nasib sama, merasa diperlakukan kurang elok oleh pimpinan, atau menjadi tempat pelampiasan suasana hati pimpinan yang lagi keruh.

Mungkin, pimpinan tak sengaja berbuat demikian, tapi semua ada akibatnya, si bawahan bisa saja menganggap diperlakukan tak adil, atau merasa diabaikan. Anda juga mungkin pernah mengalami hal sedemikian di tempat kerja. Menerima perkataan yang seperti melemahkan semangat, atau mengalami perlakukan yang bisa menurunkan produktivitas. Dalam kehidupan sehari-hari, terutama di tempat kerja yang tingkat persaingannya tinggi, hal seperti itu adalah sesuatu yang biasa.

Seorang kawan pernah menasehatkan, “Sebagai bawahan, kita memang harus siap menjadi tong sampah bagi atasan.” Menurutnya, kepada siapa lagi seorang pimpinan melepaskan stress kalau tidak ke bawahan, tentu akan lebih runyam suasananya kalau dia melampiaskan amarah pada orang lain. “Terima saja bila pimpinan marah, jangan dimasukkan ke hati, sebentar juga reda”. Nasehat kawan tadi.

Kalimat dan tindakan negatif yang kita alami di tempat kerja, mungkin saja bukan hanya dari pimpinan, bisa saja dari teman sejawat, apalagi bila suasana kerja dipenuhi dengan aroma persaingan yang ketat antar pekerja. Situasi negatif tersebut, sedikit banyak akan mempengaruhi kesadaran kita. Bila dibiarkan dan tak diatasi, bisa benar-benar membuat semangat kerja menurun dan produktivitas melempem.

Mengapa demikian? Seperti fatwa propagandis Nazi, Joseph Goebbels, “Kepalsuan yang diulangi secara terus-menerus diterima sebagai kebenaran”. Demikian juga dengan kata-kata negatif tentang diri kita, bila senantiasa diulang, akan membuat kita menjadi seperti yang dituduhkan. Misalnya, kita dibilangi tidak kompeten, secara berkali-kali, secara psikologis akan membuat kita ragu akan kapasitas diri, dan mungkin saja bertanya-tanya, jangan-jangan saya memang kurang kompeten?

Menghadapi ini, kita perlu menumbuhkan perilaku asertif, sebentuk sikap diri untuk berani menyatakan diri menurut dirinya sendiri. Menurut beberapa ahli, asertivitas mencakup beberapa hal, di antaranya adalah perasaan bebas untuk mengekspresikan perasaan, pikiran dan keinginan, kemudian pengetahuan akan hak-hak yang dimiliki, serta kemampuan untuk mengontrol emosi.

Terkait kemampuan mengontrol emosi, ini tak bermakna bahwa seseorang yang asertif harus mengorbankan perasaannya, memendam amarahnya, dan menyembunyian suasana hatinya. Bukan demikian maknanya. Tapi lebih pada kemampuan untuk membincang hal-hal yang membuat dirinya tak nyaman secara rasional, serta mengekspresikan emosinya secara proporsional.

Menumbuhkan sikap asertif dalam diri akan menjadi benteng ampuh dalam menghadapi berbagai hal negatif yang melemahkan. Asertivitas juga menumbuhkan kepercayaan akan kapasistas diri. Dengan adanya keyakinan seperti itu, maka kita akan menyadari bahwa apa yang orang lain katakan tentang diri kita, bukan sesuatu yang sejati sifatnya. Itu hanyalah anggapan yang kemungkinan kelirunya besar.

Selayaknya, pernyataan dan perlakukan negatif yang kita terima dijadikan sebagai cambuk untuk kian memperbaiki diri, menaikkan kapasitas dan meningkatkan kapabilitas. Jangan biarkan diri larut pada asumsi orang lain tentang diri kita, hal seperti ini akan mengerdilkan kepribadian dan membonsai potensi diri. Adalah hal penting untuk senantiasa memupuk kepercayaan pada diri sendiri.

Untuk kasus ini, sebuah cerita ringkas mungkin bisa menjadi bahan renungan bagi kita. Kisah ini bermula ketika seekor gajah berpapasan dengan seekor kuda, lalu mereka saling menyapa dengan hangat.

     “Hai badak, kau nampak segar pagi ini?” Sapa kuda dengan riang.

     “Wah, kamu keliru, kuda. Saya ini gajah, bukan badak!” Tanggap gajah, kaget.

     “Jangan menyangkal kamu, hampir semua binatang di hutan ini mengatakan bahwa kamu bukan gajah, tapi badak.” Seru kuda lagi.

     “Ah, itu mengada-ada namanya, dari dulu sampai sekarang, saya tetap gajah, bukan badak!” Gajah tak mau kalah.

Saat mereka hampir bersitegang karena perkara badak, lewatlah seorang kelinci yang juga langsung menyapa mereka berdua.

     “Hai badak, hai kuda, ada apa ini, kok sepertinya kalian lagi bermusuhan?” ujar kelinci dengan suara lirih.

     “Ini juga ikut-ikutan bikin jengkel! Saya gajah! Bukan badak!” Gajah mengibaskan telinganya kencang untuk menunjukkan keseriusan ucapannya.

     “Tak usah berkelit, semua binatang mengakui kalau kamu itu badak, bukan gajah!” Sergah kuda kemudian.

     “Buat apa saya berkelit? Faktanya saya memang gajah, apa yang saya takutkan?” Jawab gajah.

     “Mengaku sajalah, buat apa kamu membantah? Badak ya tetap saja badak, tak usah ngotot mengaku gajah.” Sela kelinci.

            Situasi tersebut membuat gajah merenung, sudah dua binatang memanggilnya badak, terbetik ragu di hatinya. Namun tak lama, segera dia menemukan kembali kesadarannya.

     “Baiklah, bilapun semua binatang di sini menganggap saya badak, itu urusan mereka, tapi seekor gajah tetaplah gajah, tak akan berubah jadi badak hanya karena kalian bersepakat memanggilku badah! Jangan memaksa saya mengaku sebagai badak, sebab saya gajah!”

Belajar dari gajah, setidaknya ada dua hal yang bisa dilakukan saat menghadapi perkataan dan perlakuan negatif pada diri: klarifikasi dan buktikan! Beri penjelasan seperlunya tentang diri anda, bila memang dibutuhkan. Namun yang lebih penting dari hal tersebut, buktikan kapasitas diri bahwa kita memang layak menerima tanggungjawab yang diamanahkan kepada kita.

Bila ada yang menganggap enteng dan merendahkan kita, buktikan bahwa semua bisa berubah selama kita punya semangat dan keinginan untuk belajar. Kesempatan untuk memperbaiki diri selalu terbuka luas, termasuk bagi seorang ASN. Jangan berpuas diri, ikuti berbagai diklat teknis yang tersedia, perlihatkan bahwa kita pantas.

Tayang juga di BengkelNarasi

Posting Komentar

0 Komentar