Topejawa Di Suatu Pagi


Subuh beranjak, mentari pun baru mulai memanjat kaki langit. Bergegas aku mengantar istri ke Pantai Topejawa, salah satu kawasan wisata pantai di Kabupaten Takalar. 

Lokasi yang terletak di Dusun Topejawa, Desa Topejawa, Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar dan berjarak sekira 20an menit dari pusat kota Takalar itu mulai jarang dikunjungi sejak hadirnya Pantai Lamangkia dan Pantai Cinta di Dusun Lamangkia pada desa yang sama. 

Gazebo dan cafe yang berdiri di sepanjang pantai Topejawa, melompong. Warga lebih memilih ke Pantai Topejawa yang dilengkapi dengan waterboom dan hotel, atau Pantai Cinta yang memiliki keragaman spot berswafoto yang instagramable

Hanya beberapa perahu nelayan yang tertambat longgar sehingga terombang-ambing dipermainkan ombak. Padahal, ini hari libur. Kemarin memasuki 1 Muharram 1443 H, namun hari liburnya dipindahkan ke hari ini, di 2 Muharram.

Setelah menyusur sepanjang pantai yang sepi sekira satu kilometer lebih, kami tiba di ujung jalan. Lumayan ramai kendaraan yang terparkir. Hiruk menjangkau telinga, berembus dari arah pantai tepat di ujung jalan. 

Di sana, puluhan transaksi berlangsung, antara nelayan yang baru saja menambat perahu dan mengangkat berkeranjang-kerankanh ikan ke pantai, dengan para pemburu ikan segar dalam jumlah besar. 

Suara tawar-menawar ditingkahi bunyi mesin perahu yang hilir-mudik bergantian memanfaatkan bibir pantai sebagai tempat mendarat. Tak ada dermaga di situ. 

Kusaksikan dari jauh, mereka yang datang berbelanja, mempunyai gaya berpakaian yang hampir seragam. Lelakinya mengenakan celana panjang, berjaket, mengenakan topi, dan bersandal kulit. Kalau ada yang berbeda, adalah mereka yang memakai celana selutut dan bersepatu kets, sepertinya mereka baru saja usai berolahraga.

Sementara yang perempuan, didominasi oleh kaum dasteran kumal atau para jilbaber yang belum pada mandi, ditandai rona muka yang masih alami, tanpa polesan dan dempul di bibir.

Tapi itu saat aku belum masuk ke tempat pelelangan ikan sederhana yang dikelola warga. Begitu kudekati kerumunan, kusaksikan ibu-ibu penjual ikan yang datang dengan perahu, menyempatkan diri bersolek di perahu sebelum turun mengawasi penjualan ikannya.

Kondisi itu disempurnakan dengan kedatangan ibu-ibu berparfum menyengat dan bermasker modis, malah ada yang berkostum seperti akan ke pesta. Mereka mulai berdatangan saat mentari kian meninggi. 

Di sini, tak ada yang datang untuk membeli seekor dua ekor ikan, rata-rata mereka membeli dalam partai besar, sebasket dua basket. Oh ya, basket adalah istilah untuk menunjukkan keranjang, yang biasanya untuk meniriskan piring selepas dicuci.

Lalu-lalang pembeli membawa ember atau baskom berisi ikan yang ditumpah dari basket-basket penjual, itu untuk stok kebutuhan mingguan atau tengah bulanan, tak ada yang membeli untuk kebutuhan harian.

Suara tawar menawar menjadi musik alami yang ditingkahi suara nelayan mengangkat kotak-kotak styrofoam berisi ikan segar yang seakan tak pernah habis dari bak perahu. Mereka berteriak, mungkin untuk memicu adrenalin saat mengangkat beban berat.

Sementara itu, anak-anak pantai berjuang menarik tali perahu ke daratan, dengan harapan dapat uang jajan dari nelayan yang menambatkan perahu. Dari gerak-geriknya terlihat bila mereka profesional melakukan aktivitas itu.

Aku yang kurang bersahabat dengan aroma amis ikan laut, memilih menepi dan menikmati mondar-mandir manusia yang berpendar dengan transaksi jual beli ikan sebagai sumbunya. Semua terlihat semringah. 

Para pembeli bahagia bisa mendapatkan ikan segar, dalam jumlah besar, dengan harga yang lumayan murah. Penjual puas karena hasil jerih-payah suami dan anak lelakinya melaut, bisa memuaskan pembeli, dan memberi mereka harapan bahwa dapur mereka tetap mengepul.

Menyaksikan itu semua, batinku berbisik heran, lalu dari mana angka kemiskinan dan kekurangan gizi itu bersandar, bila negeri ini teramat kaya, dan warganya begitu bahagia? Atau jangan-jangan angka-angka itu tak memperhitungkan jumlah senyum yang menghiasi bibir mereka dengan tulus.

Sudahlah, mari menikmati ikan baronang bakar bumbu parape, dengan cocolan perasan air jeruk nipis, garam dan cabe rawit, eh jangan lupa lalapan daun kemangi.

Posting Komentar

0 Komentar