Aditya Legacy: Fitnah Lebih Kejam


[16.09.2025] Saat bermain dengan adiknya, Khadijah, selepas isya di ruang salat di rumah, tiba-tiba Aditya melontar tanya ke Khadijah, "Obat apa yang ditakuti oleh nyamuk?" Dengan spontan, Khadijah yang baru saja tadi siang mendapatkan sebotol minyak telon beraroma lavender, menjawab lantang, "Minyak telon!"

Aku yang sedang membaca buku 'Manusia Dalam Sorotan Pengetahuan' karya allahyarham Dr. K.H. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc. yang terbit secara anumerta melalui penerbit Bernas Ilmu Utama bekerjasama dengan Yayasan Jalan Rahmat pada Juli 2025, tersenyum mendengar tanya jawab itu, dan bergumam bahwa jawaban Khadijah, benar.

"Bukan itu jawabannya." Seru Aditya. "Kenapa bisa? Apaji?" Protes Khadijah. Aku ikut nimbrung dari ruang tamu, "Cocok tawwa Khadijah, minyak telon!" Aku juga akan menjawab minyak telon, bila pertanyaan itu diajukan padaku. "Bukan minyak, tapi obat. Minyak telon bukan obat, bukan itu jawabannya." Jelas Aditya.

"Obat nyamuk!" Celatuk Khadijah, memberi jawaban sesuatu detail pertanyaan dari kakaknya. "Iya, betul. Obat nyamuk jawabannya, hehehehe..." Sportif, Aditya mengakui kalau jawaban Khadijah, betul. "Iya, ya. Obat nyamuk yang betul." Kembali aku ikut berkomentar, rupanya ini pertanyaan sederhana, dengan jawaban yang sederhana pula.

Mendengar komentarku, Aditya lalu meninggalkan Khadijah dan datang ke sisiku, lalu berucap, "Abi, kalau obat nyamuk dimakan oleh manusia, apakah manusia akan keracunan?" Kuacak rambutnya, dan kujawab, "Iya, tentu saja keracunan, dan bisa menyebabkan kematian." Kulihat Aditya menerima, tetapi tampak belum puas dengan jawabanku.

Kemudian kulanjutkan, "Bahkan obat nyamuk kadang digunakan untuk bunuh diri, terutama obat nyamuk cair." Mata Aditya membelalak, menunjukkan antusiasme, "Iyakah, abi? Bunuh diri?" Dengan telaten kujelaskan, "Bunuh diri itu termasuk dosa besar, dan otomatis akan masuk neraka."

Aditya mengubah posisi duduknya, sekarang ia menghadap padaku. "Kenapa bisa bunuh diri langsung masuk neraka, abi? Bagaimana dengan membunuh?" Aditya menggaruk kepalanya. Jawabku, "Membunuh itu dosa besar, termasuk membunuh diri sendiri. Tapi bila membunuh orang lain, ada kesempatan untuk bertobat bahkan meminta maaf dan membayar denda ke keluarga yang dia bunuh, jadi masih bisa diampuni Tuhan."

Kubiarkan Aditya mencerna jawabanku. "Lalu bunuh diri?" Rupanya ia tak sabar menunggu kelanjutan penjelasanku. "Kalau ia membunuh dirinya, ia tak sempat bertobat dan meminta maaf. Bagaimana ia bertobat dan meminta maaf kalau ia sudah mati?" Aditya terdiam meresapi jawabanku yang semoga saja bisa dia mengerti.

"Tapi ada yang lebih kejam, Abi!" Tiba-tiba dia berdiri dan mondar-mandir di depanku. "Apa yang lebih kejam dari membunuh, Aditya?" Kututup dan kuletakkan buku yang kubaca, sepertinya Aditya serius. "Fitnah, abi. Fitnah lebih kejam dari pembunuhan!" Jawab Aditya dengan muka bahagia, merasa berhasil membuatku tak berkutik.

"Abi tahu kenapa fitnah lebih kejam dari pembunuhan?" Dia melontar tanya kepadaku. Aku menyiapkan jawaban bahwa bila seseorang difitnah maka sebetulnya dia telah dibunuh, ia hidup tapi lebih menderita daripada terbunuh, ia telah dibunuh secara sosial karena harus menanggung dosa dari sesuatu yang tidak dia lakukan. Tapi aku mencoba mencari kalimat yang bisa ia mengerti.

Tiba-tiba Aditya mengejutkanku lagi, "Abi, aku tahu kenapa fitnah lebih kejam dari pembunuhan." Aku benar-benar penasaran, jawaban apa yang ada di benaknya? "Kenapa?" Tanyaku singkat. "Kalau seseorang difitnah, maka dia akan dituduh membunuh, padahal bukan dia yang membunuh. Bisa saja dia dibunuh kalau ada yang balas dendam, padahal bukan dia pelakunya." Terang Aditya.

Aku masih penasaran untuk menggali lebih jauh pemahamannya atas persoalan fitnah dan pembunuhan ini, tapi ia sudah berlalu meninggalkanku. Tak lama, ia muncul kembali di depanku dengan membawa buku 'Ensiklopedia Cerdas Negara-Negara Di Dunia' terbitan C-Klik Media (2023), membuka bagian negara Arab Saudi, menunjuk sebuah foto dan bertanya, "Abi, apa itu Tayma?"

Kuhela nafas panjang, "Tayma itu, nama sebuah oase di Arab Saudi." Dan untuk memuaskan rasa penasarannya, kutambahkan penjelasan, "Oase itu seperti danau, ia sumber air, tetapi dia di tengah gurun pasir, dan di sekitarnya terdapat rumpun pepohonan, sehingga nampak seperti pulau hijau kecil di tengah lautan pasir." Setelah itu, perbincangan kami beralih ke soal negara-negara di dunia.

Posting Komentar

0 Komentar