Meriuhkan Cinta Kasih


[ 28.05.2025 ] Barangkali sebagian kita tak mengenal siapa Muhammad Mashabi (M. Mashabi), penyanyi kelahiran Kebon Kacang, Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada 1943. Tapi bila kita mengutip penggalan syair lagu "Renungkanlah", terutama penggemar lagu Melayu, mungkin saja kita semua ikut berdendang.

Rasa cinta pasti ada

Pada makhluk yang bernyawa

Sejak lama sampai kini

Tetap suci dan abadi

Takkan hilang selamanya

Sampai datang akhir masa

Takkan hilang selamanya

Sampai datang akhir masa

Renungkanlah...

Syair yang digubah oleh M. Mashabi ini mengungkapkan bahwa cinta, dan tentu juga kasih sayang yang menyertainya adalah sesuatu yang sakral dan setua usia umat manusia. Ia bukan sesuatu yang mengemuka hanya dalam momentum tertentu, ia mengabadi dalam sejarah.

Sememangnya, tak ada hari yang secara khusus diperuntukkan untuk merayakan kasih sayang dan meruahkan cinta kasih. Sebab sejatinya, setiap saat adalah saat-saat berkasih sayang. Tetapi tetap saja, penciptaan momentum itu diperlukan sebagai sebagai semacam pengingat bagi diri yang kadang lalai.

Tentu dalam perspektif ini, hadirnya hari-hari tertentu sebagai momentum meriuhkan kasih sayang, bukan bermakna bahwa pada hari lain, berlaku situasi nir-kasih dan tuna sayang. Hadirnya perayaan sedemikian selayaknya dipahami sebagai upaya menguatkan kembali resonansi kasih sayang.

Dalam Islam pun, ada sebuah momentum yang layak menjadi peletup menguatnya kembali gelombang kasih sayang itu. Bahkan kasih sayang yang dikukuhkan itu, meliputi kasih mesra antara seorang kekasih dengan pasangannya, juga cinta kasih bagi segenap umat manusia.

Salah satu momentum itu, disahkan langsung oleh Nabi Muhammad SAW, dengan istilah “yaumul marhamah”. Hari itu mengacu ke peristiwa Fathu Makkah pada tanggal 10 Ramadhan di tahun 8 Hijriah, bertepatan dengan tahun 630 Masehi. Kala itu, Nabi beserta umat Muslim kembali merebut kota Makkah.

Kaum kafir yang khawatir akan pembalasan Nabi, dihantui hukuman apa gerangan yang yang akan ditimpakan Nabi, tapi Nabi berkata, “inna hadzal yaum laisa yaumul malhamah, walakinna hadzal yaum yaumul marhamah” (sesungguhnya hari ini bukanlah hari pembalasan, melainkan hari ini adalah hari kasih sayang).

Peristiwa lain yang tak kalah epik untuk melecut cinta kasih adalah akad nikah teberkahi antara sahabat nabi yang terpilih, Ali bin Abi Thalib dengan putri nabi nan terkasih, Fatimah Az-Zahra. Pernikahan tersebut berlangsung di Madinah pada tanggal 1 Dzulhijjah tahun ke-2 Hijriah, bertepatan dengan 623 M.

Hari itu lalu dikenal dengan nama "yaumul mahabbah", hari cinta kasih, dan dikenang oleh kaum muslimin sepanjang masa. Cinta Ali dan Fatimah mengabadi sebagai kisah cinta dalam diam yang syahdu. Cinta mereka dibangun dengan bisikan kerinduan yang terdengar lirih di ujung malam dalam sujud-sujud yang panjang.

Perasaan insan sama

Ingin nyinta dan dicinta

Bukan ciptaan manusia

Tapi takdir yang Kuasa

Janganlah engkau pungkiri

Segala yang Tuhan beri

Hari ini di awal Dzulhijjah, kita kembali mengenang peristiwa itu, saat dua orang dengan kualitas keimanan terbaik di kalangan kaum muslimin, dinikahkan langsung oleh rasulullah Muhammad saw. atas kehendak Allah Swt. Kasih sayang mereka terus dikenang dan menginspirasi banyak orang.

Sepasang kekasih yang dihari walimah-nya, dilantunkan sepenggal doa dari lisan suci Nabi terkasih, Muhammad Saw., "Semoga Allah mendekatkan hati kalian, menciptakan kasih sayang, memberkati keturunan kalian dan memperbaiki urusan-urusan kalian." Mudah-mudahan doa ini, jua melingkupi kita semua.

Ilustrasi dari ICC Jakarta

Posting Komentar

0 Komentar